Sabtu, 16 April 2011

RULE OF LAW dalam demokrasi indonesia

RULE OF LAW dalam demokrasi indonesia

RULE OF LAW dalam demokrasi indonesia

Rule of law adalah istilah dari tradisi common law dan berbeda dengan persamaannya dalam tradisi hukum Kontinental, yaitu Rechtsstaat (negara yang diatur oleh hukum). Keduanya memerlukan prosedur yang adil (procedural fairness), due process dan persamaan di depan hukum, tetapi rule of law juga sering dianggap memerlukan pemisahan kekuasaan, perlindungan hak asasi manusia tertentu dan demokratisasi. Baru-baru ini, rule of law dan negara hukum semakin mirip dan perbedaan di antara kedua konsep tersebut menjadi semakin kurang tajam.
Rule of law tumbuh dan berkembang pertama kali pada negara-negara yang menganut system seperti Inggris dan Amerika Serikat, kedua negara tersebut mengejewantahkannya sebagai perwujudan dari persamaan hak, kewajiban, dan derajat dalam suatu negara di hadapan hukum. Hal tersebut berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), di mana setiap warga negara dianggap sama di hadapan hukum dan berhak dijamin HAM-nya melalui sistem hukum dalam negara tersebut.
Rule of law jamak diartikan sebagai penegakan hukum, dimana segala sesuatu harus dilaksanakan sesuai dengan hukum. Aturan atau kaidah dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara kontras berbeda dengan rule by law yang berarti penegakan hukum disesuaikan dengan aturan atau kaidah yang berlaku. Saya memahaminya, bahwa dalam rule by law, hukum merupakan panglima terhadap kaidah, sedangan dalan rule by law, kaidahlah yang menjadi panglima bagi hukum. Demi rule of law, dibutuhkan ketegasan penegak hukum-tidak pandang bulu, tegas dan tajam. Sementara, dalam rule by law, sarat dengan kepentingan. Hukum dikondisikan dapat mengamankan kebijakan kekuasaan. Dalam rangka mengamankan kebijakan kekuasaan maka hukum-hukum baru diciptakan. Sesuai atau tidak dengan kaidah hukum atau tidak, bukanlah menjadi pertimbangan penting, bahkan di sengaja dikesampingkan. Rule of law kental dengan muatan aspek keadilannya, sementara rule by law, kental dengan berbagai bentuk diskriminasi dan pemaksaan kehendak penguasa terhadap objek yang dikuasainya, yaitu rakyat. Lebih jauh dapat dijelaskan sebagai berikut “Rule by law is prudential: one rules by law (properly speaking) not because the law is higher than oneself but because it is convenient to do so and inconvenient not to do so. In rule of law, the law is something the government serves; in rule by law, the government uses law as the most convenient way to govern”.
Lalu, bagaimana kita melihat produk hukum kita saat ini. Pergantian era, dari Orde Baru, ke Era Reformasi ternyata belum juga menunjukkan kesungguhan penguasa memahami arti sebenarnya rule of law. Berbagai produk hukum seperti Undang-undang, Kepmen, maupun Perda-perda, masih sarat dengan nafas rule by law. Negara bukanlah institusi yang kebal hukum, negara dapat dipersalahkan jika dalam pelaksanaannya terjadi pelanggaran hukum. Rule of law mengandung asas "dignity of man" yang harus dilindungi dari tindakan sewenang-wenang pemerintah/penguasa. (Oemar Seno Adji, 1980). Inti dari rule of law adalah terciptanya tatanan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana rakyat bisa memperoleh kepastian hukum, rasa keadilan, rasa aman, dan dijamin hak-hak asasinya.
Cita-cita untuk menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif, mengakibatkan munculnya gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintahan dengan suatu konstitusi. Baik dengan naskah konstitusi yang tertulis atau (written constitution) ataupun dengan konstitusi yang tidak tertulis(unwritten constitution). Didalam konstitusi biasanya hak-hak warga Negara, serta pembagian kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi oleh kekuasaan parlemen atau legislative dan lembaga hukum lainnya sehingga terjadi keseimbangan kekuasaan. Demokrasi konstitusional adalah sebuah gagasan bahwa pemerintah merupakan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tunduk pada pembatasan konstitusi, agar kekuasaan tidak disalah gunakan oleh pemegang kekuasaan. Konstitusi di pandang suatu lembaga yang memiliki fungsi khusus, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah di satu pihak, dan menjamin hak hak asasi dari warga negaranya.
Indonesia sebagai negara hukum, secara teori pasti dapat mewujudkan rule of law dalam negaranya. Semua itu tergantung dari niat dan keikhlasan semua pihak yang terlibat dalam proses hukum untuk berkorban dan berjuang menyingkirkan segala kebobrokan masa lalu dan menatap pada masa depan negara hukum Indonesia yang baru, yang memiliki the rule of law dalam negaranya.
Konstitusi dianggap sebagai perwujudan dari hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah sekalipun, sesuai dengan dalil “government by laws, not by men” yang artinya pemerintah berdasarkan hukum bukan, bukan berdasarkan kemauan penguasa. Abad 19 dan permulaan abad 20 gagasan mengenai perlunya pembatasan kekuasaan mendapat landasan yuridis. Sejak ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immannuel Khant (1724-1804) dan Fredrich Julius Stahl memakai istilah rechsstaat, sedangkan ahli Anglo Saxon seperti AV Dicey memakai istilah rule of law. Empat pilar demokrasi yang didasarkan rechsstaat dan rule of law dalam arti klasik adalah :
1. Penghargaan terhadap hak asasi manusia.
2. Pemisahan dan pembagian kekuasaan yang popular dengan “trias politica.
3. Pemerintah berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan ( Miriam Budiardjo, 1983:57)
Sebagai perbandingan pilar-pilar demokrasi yang didasarkan konsep rule of law menurut AV Dicey adalah :
1. Tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang.
2. Kedudukan yang sama dalamhukum (dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat)
3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang.
Konsep demokrasi berdasarkan rule of law lahir dari paham liberalisme yang menganut dalil negara sebagai penjaga malam. Pemerintahan hendaknya tidak terlalu banyak mencampuri urusan warga negaranya, kecuali dalam hal yang menyangkut kepentingan umum seperti bencana alam, hubungan luar negeri dan pertahanan serta keamanan. Maknanya adalah rasa keadilan yang kembali kepada rakyat, bukan kepada kekuasaan dan para penguasa yang menciptakan hukum, sebagaimana adagium Solus Populis Suprema Lex yang berarti suara rakyat adalah suara keadilan (sic – Salus populi suprema lex artinya kesejahteraan rakyat merupakan hukum tertinggi – Red.).
Indonesia berdiri sebagai sebuah negara "rechtsstaat"/negara hukum (yang menurut Friedrich Julius Stahl, memiliki empat unsur yaitu: hak-hak dasar manusia, pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, dan peradilan tata usaha negara). Konsep negara hukum Indonesia terlihat dan rule of law pun sebenarnya tercakup di dalamnya. Tetapi pada praktiknya rule of law belum terwujud secara nyata. Baru setelah gerakan reformasi tercetus, Indonesia kembali mencari bentuk akan identitas "negara hukumnya"dan juga "rule of law" "Civil Law System" Indonesia sebagai negara yang menganut civil law system (Eropa Kontinental), mengedepankan hukum positif sebagai patokan utama dalam menjalankan tugas-tugas negara dan juga dalam sistem peradilannya. Apabila konsep negara hukum Indonesia dengan civil law system- nya diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip idealnya maka rule of law sudah pasti akan dapat terwujud. Bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang berdiri sebagai "negara hukum" atau "rechtsstaat" sudah merupakan finalisasi dari perjalanan sejarah tata hukum Indonesia. Juga civil law system yang dianutnya merupakan sistem yang telah menjadi dasar tata hukum di sini.
Rule of law yang menjadi konsep hukum dan keadilan dari negara-negara common law, merupakan suatu tatanan baru yang ada di hadapan Indonesia saat ini. Indonesia tidak mungkin mengubah sistem hukumnya menjadi common law system. Apakah mungkin sebuah negara hukum Indonesia dengan sistem civil law (Eropa Kontinental) mewujudkan rule of law dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya? Jawabannya adalah mungkin. Karena pada hakikatnya konsep negara hukum Indonesia yang ideal juga mencakup rasa keadilan dari masyarakat dan melindungi hak-hak asasi setiap warga negara Indonesia. Namun, sampai saat ini rule of law mungkin belum terwujud, dan itu bukan karena sistem hukum yang salah, tetapi karena unsur manusia yang menjadi pelaksana-pelaksana kenegaraan yang telah salah menjalankan negara ini.
Minimal Tiga Hal Untuk dapat mewujudkan rule of law di Indonesia, Indonesia harus melakukan minimal tiga hal, yaitu; Pertama, hukum di Indonesia harus memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Maksudnya, sejak dari proses legislasi di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) para wakil rakyat harus bisa mengejawantahkan aspirasi keadilan rakyat dalam rancangan undang-undang yang sedang dikerjakannya. Hukum yang diciptakan harus responsif terhadap tuntutan akan rasa keadilan rakyat dan hukum yang diciptakan harus bersih, murni dari intervensi politik, ekonomi, dan kepentingan sekelompok orang. Kedua, Indonesia harus menjalankan suatu sistem peradilan yang jujur, adil, dan bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Sistem peradilan Indonesia saat ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya karena kurangnya pemahaman dan kemampuan atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik penyidik, penuntut umum, hakim, penasihat hukum, bahkan masyarakat pencari keadilan.
Proses peradilan yang berjalan tidak sebagaimana mestinya, padahal Indonesia memiliki asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya murah, namun akhirnya semua itu hanya menjadi slogan semata. Disinyalir, sistem peradilan di Indonesia telah terkontaminasi oleh "mafia peradilan". Jika ini semua belum dapat diberantas mustahil rule of law dapat terwujud. Kasus Akbar Tanjung yang akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung, kasus HAM Timor-Timur, dan pembubaran TGTPK oleh judicial review MA merupakan contoh yang sangat melukai rasa keadilan masyarakat.
Akses Publik Ketiga, Akses publik ke peradilan harus ditingkatkan. Hukum positif Indonesia telah merumuskan sejumlah hak masyarakat pencari keadilan yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Secara umum dapat dikatakan bahwa hak yang diberikan kepada pencari keadilan dalam sistem peradilan Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara lain, dan umumnya mengikuti norma dan prinsip dalam instrumen internasional. Akan tetapi dalam banyak peristiwa justru kewenangan yang dijalankan oleh aparat penegak hukum tersebut telah disalahgunakan sehingga merugikan hak para pencari keadilan. Sejumlah kenyataan lain yang sering dijumpai adalah awal pemeriksaan yang tidak pasti, intimidasi, meremehkan keterangan yang diberikan, dan lain sebagainya. Tidak jarang pula pemeriksaan terhadap tersangka memiliki kendala yang dialami oleh penyidik. Salah satunya yang sering muncul adalah tersangka dengan sengaja mempersulit jalannya pemeriksaan. Ini mengakibatkan polisi sebagai penyidik menggunakan berbagai upaya baik yang lazim maupun tidak agar penyelesaian dapat berjalan cepat. Oleh karena itu untuk mewujudkan rule of law, akses publik ke peradilan jelas harus ditingkatkan.

demokrasi berdasarkan sebagai alat kelengkapan negara

ENDAHULUAN

Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

ISI PEMBAHASAN

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.

“Many forms of Government have been tried, and will be tried in this world of sin and woe. No one pretends that democracy is perfect or all-wise. Indeed, it has been said that democracy is the worst form of government except all those other forms that have been tried from time to time.”

—Winston Churchill (Hansard, November 11, 1947)

Prinsip-Prinsip Demokrasi

A. Pengertian dan Prinsip – prinsip Budaya Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi berasal bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dengan demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa konsep ini merupakan tata pemerintahan yang paling unggul dibandingkan dengan tata pemerintahan lainnya. Demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people.
2. Macam-Macam Demokrasi
Menurut cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dibedakan atas :

Demokrasi Langsung
Demokrasi Tidak Langsung
Menurut dasar prinsip ideologi, demokrasi dibedakan atas :

Demokrasi Konstitusional (Demokrasi Liberal)
Demokrasi Rakyat (Demokrasi Proletar)
Menurut dasar yang menjadi titik perhatian atau prioritasnya, demokrasi dibedakan atas :

Demokrasi Formal
Demokrasi Material
Demokrasi Campuran
Menurut dasar wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara, demokrasi dibedakan atas :

Demokrasi Sistem Parlementer
Demokrasi Sistem Presidensial
3. Prinsip-Prinsip Demokrasi yang Berlaku Universal

Inu Kencana Syafiie merinci prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut, yaitu ; adanya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang berdasarkan hukum, pers yang bebas, beberapa partai politik, konsensus, persetujuan, pemerintahan yang konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan terhadap administrasi negara, perlindungan hak asasi, pemerintah yang mayoritas, persaingan keahlian, adanya mekanisme politik, kebebasan kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan..Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.

B. Proses Demokratisasi Menuju Masyarakat Madani (Civil Society)

1. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik (public sphere) dalam mengemukakan pendapat, dan memiliki lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.

2. Kaitan antara Masyarakat Madani dengan Demokrasi
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M. Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat ko-eksistensi atau saling mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat madani merupakan tempat tumbuhnya demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi. Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun demokrasi. Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan. Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.

C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia (Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi)

Perkembangan demokrasi di Indonesia dari segi waktu dapat dibagi dalam empat periode, yaitu :
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

2. Periode 1959-1965 (Orde Lama)Demokrasi Terpimpin
Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.

3. P eriode 1965-1998 (Orde Baru) Demokrasi Pancasila
Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh; dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah

4. Periode 1998-sekarang( Reformasi )
Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil presiden, Prof. DR. Ir. Ing. B.J. Habibie. Turunnya presiden Soeharto disebabkan karena tidak adanya lagi kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru. . Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah demokrasi akan dibangun

D. Menampilkan Perilaku Budaya dan Prinsip-Prinsip Demokrasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Beberapa karakteristik yang harus ditampilkan dari warga negara yang berkarakter dan berjiwa demokratis, yaitu ;Memilki sikap rasa hormat dan tanggung jawab, bersikap kritis, membuka diskusi dan dialog, bersikap terbuka, bersikap rasional, adil, dan selalu bersikap jujur. Warga negara yang otonom harus melakukan tiga hal untuk mewujudkan demokrasi konstitusional, yaitu menciptakan kultur taat hukum yang sehat dan aktif (culture of law), ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif (process of law making), mendukung pembuatan materi-materi hukum yang responsif (content of law), ikut menciptakan aparat penegak hukum yang jujur dan bertanggung jawab (structure of law).

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI PANCASILA

1.Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila
Ahmad Sanusi mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-indang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang sebagai berikut:
a.Demokrasi yang Berketuhanan Yang maha Esa
b.Demokrasi dengan kecerdasan
c.Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
d.Demokrasi dengan rule of law
e.Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan Negara
f.Demokrasi dengan hak asasi manusia
g.Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
h.Demokrasi dengan otonomi daerah
i.Demokrasi dengan kemakmuran
j.Demokrasi yang berkeadilan social

Demokrasi Pancasila mendasarkan diri pada faham kekeluargaan dan Kegotong-royongan yang ditujukan untuk:
a. Kesejahteraan rakyat
b. Mendukung unsur-unsur kesadaran hak ber-ketuhanan Yang Maha Esa
c. Menolak atheisme
d. Menegakkan kebenaran yang berdasarkan kepada budi pekerti yang luhur
e. Mengembangkan kepribadian Indonesia
f. Menciptakan keseimbangan perikehidupan individu dan masyarakat, kasmani dan rohani, lahir dan bathin, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

2.Pelaksanaan demokrasi di Indonesia
Demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Negara kita, semua konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal ini dapat dilihat misalnya:
a.Dalam UUD 1945 (sebelum diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
b.Dalam UUD 1945 (setelah diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.
c.Dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 1:
1)Ayat (1) berbunyi: “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hokum yang demokrasi dan berbentuk federasi”.
2)Ayat (2) berbunyi: “Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat”.
d.Dalam UUDS 1950 pasal 1:
1)Ayat (1) berbunyi: “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hokum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
2)Ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan rakyat”.

Untuk melihat apakah suatu system pemerintahan adalah system yang demokratis atau tidak, dapat dilihat dariinfikator-indikator yang dirumuskan oleh Affan Gaffar berikut ini:
a.Akuntabilitas
b.Rotasi Kekuasaan
c.Rekruitmen politik yang terbuka
d.Pemilihan umum
e.Menikmati hak-hak dasar

a.Demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan
Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan ini (1945-1949), pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada interaksi politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan.
Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.

b.Demokrasi parlementer (1950-1959)
Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hamper semua elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranam yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.
Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politis pada umumnya sangat tinggi.
Ketiga, kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh pelung yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal.
Keempat, sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi Pemikihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
Kelima, masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga Negara dapat memanfaatkannya dengan maksimal.
Keenam, dakam masa pemerintahan Parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup bahkan otonomi yamg seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa demokrasi perlementer mengalami kegagalan?. Banyak sekali para ahli mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian banyak jawaban, ada beberapa hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.Pertama, munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk membentuk pemerintahan yang bersifat gotong-royong.
Kedua, Dewan Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional.
Ketiga, dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik.
Keempat, Basis social ekonomi yang masih sangat lemah.
c.Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi perlementer.
Pertama, mengburnya system kepartaian.
Kedua,dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong,peranan lembaga legislative dalam system politik nasional menjadi sedemikian lemah.
Ketiga, Hak dasar manusia menjadi sangat lemah.
Keempat, masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti kebebasan pers.
Kelima, sentralisasi kekuasaan yang semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah.
d.Demokrasi pada masa Orde Baru (1966-1998)
Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hamper ridak pernah terjadi.
Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup.
Ketiga, Pemilihan Umum.
Keempat, pelaksanaan hak dasar waega Negara.
e.Demokrasi pada masa Reformasi (1998 sampai dengan sekarang)
Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa indicator kedemokrasian di Indonesia.Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan.
Kedua, diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformsi ini adalah demokresi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959.Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.
Kedua, ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa.
Ketiga, pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
Keempat, sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat, kenenasan pers, dan sebagainya.

3.Pemilihan Umum
a.Pengertian Pemilihan Umum
Salah satu cirri Negara demokratis debawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Prmilihan umum memiliki arti penring sebagai berikut:
1)Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislative.
2)Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan eksekutif untuk jangka tertentu.
3)Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan eksekutif.

b.Tujuan Pemilihan Umum
Pada pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum merupakan pesta demokrasi. Secara umum tujuan pemilihan umum adalah
1)Melaksanakan kedaulatan rakyat
2)Sebagai perwujudan hak asas politik rakyat
3)Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif serta memilih Presiden dan wakil Presiden.
4)Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara aman, damai, dan tertib.
5)Menjamin kesinambungan pembangunan nasional

Menurut Ramlan Surbakti, kegiatan pemilihan umum berkedudukan sabagai :
1)Mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dan alternatif kebijakan umum
2)Makanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat ke lembagag-lembaga perwakilan melalui wakil rakyat yang terpilih, sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga.
3)Sarana untuk memobilisasikan dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

Demokrasi di Indonesia

Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, UUD 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan PDI-P sebagai pemenang Pemilu.


KESIMPULAN

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.

demokrasi berdasarkan prinsip ideolgi

PENDAHULUAN

Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

ISI PEMBAHASAN

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.

“Many forms of Government have been tried, and will be tried in this world of sin and woe. No one pretends that democracy is perfect or all-wise. Indeed, it has been said that democracy is the worst form of government except all those other forms that have been tried from time to time.”

—Winston Churchill (Hansard, November 11, 1947)

Prinsip-Prinsip Demokrasi

A. Pengertian dan Prinsip – prinsip Budaya Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi berasal bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dengan demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa konsep ini merupakan tata pemerintahan yang paling unggul dibandingkan dengan tata pemerintahan lainnya. Demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people.
2. Macam-Macam Demokrasi
Menurut cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dibedakan atas :

Demokrasi Langsung
Demokrasi Tidak Langsung
Menurut dasar prinsip ideologi, demokrasi dibedakan atas :

Demokrasi Konstitusional (Demokrasi Liberal)
Demokrasi Rakyat (Demokrasi Proletar)
Menurut dasar yang menjadi titik perhatian atau prioritasnya, demokrasi dibedakan atas :

Demokrasi Formal
Demokrasi Material
Demokrasi Campuran
Menurut dasar wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara, demokrasi dibedakan atas :

Demokrasi Sistem Parlementer
Demokrasi Sistem Presidensial
3. Prinsip-Prinsip Demokrasi yang Berlaku Universal

Inu Kencana Syafiie merinci prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut, yaitu ; adanya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang berdasarkan hukum, pers yang bebas, beberapa partai politik, konsensus, persetujuan, pemerintahan yang konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan terhadap administrasi negara, perlindungan hak asasi, pemerintah yang mayoritas, persaingan keahlian, adanya mekanisme politik, kebebasan kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan..Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.

B. Proses Demokratisasi Menuju Masyarakat Madani (Civil Society)

1. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik (public sphere) dalam mengemukakan pendapat, dan memiliki lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.

2. Kaitan antara Masyarakat Madani dengan Demokrasi
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M. Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat ko-eksistensi atau saling mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat madani merupakan tempat tumbuhnya demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi. Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun demokrasi. Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan. Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.

C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia (Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi)

Perkembangan demokrasi di Indonesia dari segi waktu dapat dibagi dalam empat periode, yaitu :
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

2. Periode 1959-1965 (Orde Lama)Demokrasi Terpimpin
Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.

3. P eriode 1965-1998 (Orde Baru) Demokrasi Pancasila
Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh; dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah

4. Periode 1998-sekarang( Reformasi )
Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil presiden, Prof. DR. Ir. Ing. B.J. Habibie. Turunnya presiden Soeharto disebabkan karena tidak adanya lagi kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru. . Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah demokrasi akan dibangun

D. Menampilkan Perilaku Budaya dan Prinsip-Prinsip Demokrasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Beberapa karakteristik yang harus ditampilkan dari warga negara yang berkarakter dan berjiwa demokratis, yaitu ;Memilki sikap rasa hormat dan tanggung jawab, bersikap kritis, membuka diskusi dan dialog, bersikap terbuka, bersikap rasional, adil, dan selalu bersikap jujur. Warga negara yang otonom harus melakukan tiga hal untuk mewujudkan demokrasi konstitusional, yaitu menciptakan kultur taat hukum yang sehat dan aktif (culture of law), ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif (process of law making), mendukung pembuatan materi-materi hukum yang responsif (content of law), ikut menciptakan aparat penegak hukum yang jujur dan bertanggung jawab (structure of law).

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI PANCASILA

1.Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila
Ahmad Sanusi mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-indang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang sebagai berikut:
a.Demokrasi yang Berketuhanan Yang maha Esa
b.Demokrasi dengan kecerdasan
c.Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
d.Demokrasi dengan rule of law
e.Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan Negara
f.Demokrasi dengan hak asasi manusia
g.Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
h.Demokrasi dengan otonomi daerah
i.Demokrasi dengan kemakmuran
j.Demokrasi yang berkeadilan social

Demokrasi Pancasila mendasarkan diri pada faham kekeluargaan dan Kegotong-royongan yang ditujukan untuk:
a. Kesejahteraan rakyat
b. Mendukung unsur-unsur kesadaran hak ber-ketuhanan Yang Maha Esa
c. Menolak atheisme
d. Menegakkan kebenaran yang berdasarkan kepada budi pekerti yang luhur
e. Mengembangkan kepribadian Indonesia
f. Menciptakan keseimbangan perikehidupan individu dan masyarakat, kasmani dan rohani, lahir dan bathin, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

2.Pelaksanaan demokrasi di Indonesia
Demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Negara kita, semua konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal ini dapat dilihat misalnya:
a.Dalam UUD 1945 (sebelum diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
b.Dalam UUD 1945 (setelah diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.
c.Dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 1:
1)Ayat (1) berbunyi: “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hokum yang demokrasi dan berbentuk federasi”.
2)Ayat (2) berbunyi: “Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat”.
d.Dalam UUDS 1950 pasal 1:
1)Ayat (1) berbunyi: “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hokum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
2)Ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan rakyat”.

Untuk melihat apakah suatu system pemerintahan adalah system yang demokratis atau tidak, dapat dilihat dariinfikator-indikator yang dirumuskan oleh Affan Gaffar berikut ini:
a.Akuntabilitas
b.Rotasi Kekuasaan
c.Rekruitmen politik yang terbuka
d.Pemilihan umum
e.Menikmati hak-hak dasar

a.Demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan
Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan ini (1945-1949), pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada interaksi politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan.
Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.

b.Demokrasi parlementer (1950-1959)
Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hamper semua elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranam yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.
Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politis pada umumnya sangat tinggi.
Ketiga, kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh pelung yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal.
Keempat, sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi Pemikihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
Kelima, masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga Negara dapat memanfaatkannya dengan maksimal.
Keenam, dakam masa pemerintahan Parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup bahkan otonomi yamg seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa demokrasi perlementer mengalami kegagalan?. Banyak sekali para ahli mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian banyak jawaban, ada beberapa hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.Pertama, munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk membentuk pemerintahan yang bersifat gotong-royong.
Kedua, Dewan Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional.
Ketiga, dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik.
Keempat, Basis social ekonomi yang masih sangat lemah.
c.Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi perlementer.
Pertama, mengburnya system kepartaian.
Kedua,dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong,peranan lembaga legislative dalam system politik nasional menjadi sedemikian lemah.
Ketiga, Hak dasar manusia menjadi sangat lemah.
Keempat, masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti kebebasan pers.
Kelima, sentralisasi kekuasaan yang semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah.
d.Demokrasi pada masa Orde Baru (1966-1998)
Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hamper ridak pernah terjadi.
Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup.
Ketiga, Pemilihan Umum.
Keempat, pelaksanaan hak dasar waega Negara.
e.Demokrasi pada masa Reformasi (1998 sampai dengan sekarang)
Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa indicator kedemokrasian di Indonesia.Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan.
Kedua, diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformsi ini adalah demokresi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959.Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.
Kedua, ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa.
Ketiga, pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
Keempat, sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat, kenenasan pers, dan sebagainya.

3.Pemilihan Umum
a.Pengertian Pemilihan Umum
Salah satu cirri Negara demokratis debawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Prmilihan umum memiliki arti penring sebagai berikut:
1)Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislative.
2)Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan eksekutif untuk jangka tertentu.
3)Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan eksekutif.

b.Tujuan Pemilihan Umum
Pada pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum merupakan pesta demokrasi. Secara umum tujuan pemilihan umum adalah
1)Melaksanakan kedaulatan rakyat
2)Sebagai perwujudan hak asas politik rakyat
3)Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif serta memilih Presiden dan wakil Presiden.
4)Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara aman, damai, dan tertib.
5)Menjamin kesinambungan pembangunan nasional

Menurut Ramlan Surbakti, kegiatan pemilihan umum berkedudukan sabagai :
1)Mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dan alternatif kebijakan umum
2)Makanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat ke lembagag-lembaga perwakilan melalui wakil rakyat yang terpilih, sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga.
3)Sarana untuk memobilisasikan dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

Demokrasi di Indonesia

Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, UUD 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan PDI-P sebagai pemenang Pemilu.


KESIMPULAN

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.

prinsip okok demokrasi

Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:

1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.

2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.

Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:

1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:

a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),

b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),

c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.

2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,

3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,

4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,

5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat,

6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;

7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),

8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,

9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,

10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.

jenis-jenis demokrasi



Demokrasi bersifat langsung / Direct Demokrasi.
demokrasi langsung juga dikenal sebagai demokrasi bersih. Disinilah rakyat memiliki kebebasan secara mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam satu pertemuan.

Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas yang secara relatip belum berkembang,

dimana secara fisik memungkinkan untuk seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan pemerintahan tersebut bersifat kecil.

Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang komplek dan Negara yang besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat diwilayah Switzerland.

Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara yang didalamnya terdapat bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat memungkinkan bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public politik secara langsung tampa campur tangan representative.

Demokrasi bersifat representatip / Representative Demokrasi.
Didalam Negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh karena itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara representatip. Para representatip inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat didalam pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan berpihak kepada rakyat. ( Garner ).

Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau menyarankan saran mereka melaui wakil atau representatip. Bagaimanapun, didalam bentuk pemerintahan ini wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi semuanya dipraktekkan oleh para representatip.

Oleh S. N. Dubey

demokrasi pacasila

Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. (Sejarah dan Perkembangan Demokrasi, http://www.wikipedia.org)

Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).

2. Sistem Konstitusionil

Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.

Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari รข€“ oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)

Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
II. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila

Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:

1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.

2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.

Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:

1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:

a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),

b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),

c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.

2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,

3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,

4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,

5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat,

6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;

7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),

8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,

9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,

10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.

III. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila

Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:

1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.

2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.

3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.

5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.

6. Menghargai hak asasi manusia.

7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.

8. Tidak menganut sistem monopartai.

9. Pemilu dilaksanakan secara luber.

10. Mengandung sistem mengambang.

11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.

12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

IV. Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila

Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum

Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.

2. Indonesia menganut sistem konstitusional

Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.

3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi

Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:

a. Menetapkan UUD;

b. Menetapkan GBHN; dan

c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden

Wewenang MPR, yaitu:

a. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden;

b. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;

c. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;

d. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;

e. Mengubah undang-undang.

4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.

5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.

Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:

a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;

b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;

c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;

d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;

e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.

6. Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR

Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.

Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas

Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.

V. Fungsi Demokrasi Pancasila

Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:

1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara

Contohnya:

a. Ikut menyukseskan Pemilu;

b. Ikut menyukseskan Pembangunan;

c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.

2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,

3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,

4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,

5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,

6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,

Contohnya:

a. Presiden adalah Mandataris MPR,

b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.

VI. Beberapa Perumusan Mengenai Demokrasi Pancasila

Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo mengemukakan beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar, yakni:

1. Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966

a. Bidang Politik dan Konstitusional

1) Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan (depersonalization, institusionalization )

2) Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.

3) Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20.

b. Bidang Ekonomi

Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup :

1) Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara dan

2) Koperasi

3) Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya

4) Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung.

2. Musyawarah Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966

Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:

a. Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.

b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun.

c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

3. Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967

Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh vitalitas.

Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu:

a. Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.

b. Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.

c. Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Israil, Idris. 2005. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan. Malang : Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.

http://www.e-dukasi.net/modul_online/MO_21/ppkn203_07.htm

http://www.wikipedia.org

RULE OF LAW dalam demokrasi indonesia


RULE OF LAW dalam demokrasi indonesia

Rule of law adalah istilah dari tradisi common law dan berbeda dengan persamaannya dalam tradisi hukum Kontinental, yaitu Rechtsstaat (negara yang diatur oleh hukum). Keduanya memerlukan prosedur yang adil (procedural fairness), due process dan persamaan di depan hukum, tetapi rule of law juga sering dianggap memerlukan pemisahan kekuasaan, perlindungan hak asasi manusia tertentu dan demokratisasi. Baru-baru ini, rule of law dan negara hukum semakin mirip dan perbedaan di antara kedua konsep tersebut menjadi semakin kurang tajam.
Rule of law tumbuh dan berkembang pertama kali pada negara-negara yang menganut system seperti Inggris dan Amerika Serikat, kedua negara tersebut mengejewantahkannya sebagai perwujudan dari persamaan hak, kewajiban, dan derajat dalam suatu negara di hadapan hukum. Hal tersebut berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), di mana setiap warga negara dianggap sama di hadapan hukum dan berhak dijamin HAM-nya melalui sistem hukum dalam negara tersebut.
Rule of law jamak diartikan sebagai penegakan hukum, dimana segala sesuatu harus dilaksanakan sesuai dengan hukum. Aturan atau kaidah dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara kontras berbeda dengan rule by law yang berarti penegakan hukum disesuaikan dengan aturan atau kaidah yang berlaku. Saya memahaminya, bahwa dalam rule by law, hukum merupakan panglima terhadap kaidah, sedangan dalan rule by law, kaidahlah yang menjadi panglima bagi hukum. Demi rule of law, dibutuhkan ketegasan penegak hukum-tidak pandang bulu, tegas dan tajam. Sementara, dalam rule by law, sarat dengan kepentingan. Hukum dikondisikan dapat mengamankan kebijakan kekuasaan. Dalam rangka mengamankan kebijakan kekuasaan maka hukum-hukum baru diciptakan. Sesuai atau tidak dengan kaidah hukum atau tidak, bukanlah menjadi pertimbangan penting, bahkan di sengaja dikesampingkan. Rule of law kental dengan muatan aspek keadilannya, sementara rule by law, kental dengan berbagai bentuk diskriminasi dan pemaksaan kehendak penguasa terhadap objek yang dikuasainya, yaitu rakyat. Lebih jauh dapat dijelaskan sebagai berikut “Rule by law is prudential: one rules by law (properly speaking) not because the law is higher than oneself but because it is convenient to do so and inconvenient not to do so. In rule of law, the law is something the government serves; in rule by law, the government uses law as the most convenient way to govern”.
Lalu, bagaimana kita melihat produk hukum kita saat ini. Pergantian era, dari Orde Baru, ke Era Reformasi ternyata belum juga menunjukkan kesungguhan penguasa memahami arti sebenarnya rule of law. Berbagai produk hukum seperti Undang-undang, Kepmen, maupun Perda-perda, masih sarat dengan nafas rule by law. Negara bukanlah institusi yang kebal hukum, negara dapat dipersalahkan jika dalam pelaksanaannya terjadi pelanggaran hukum. Rule of law mengandung asas "dignity of man" yang harus dilindungi dari tindakan sewenang-wenang pemerintah/penguasa. (Oemar Seno Adji, 1980). Inti dari rule of law adalah terciptanya tatanan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana rakyat bisa memperoleh kepastian hukum, rasa keadilan, rasa aman, dan dijamin hak-hak asasinya.
Cita-cita untuk menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif, mengakibatkan munculnya gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintahan dengan suatu konstitusi. Baik dengan naskah konstitusi yang tertulis atau (written constitution) ataupun dengan konstitusi yang tidak tertulis(unwritten constitution). Didalam konstitusi biasanya hak-hak warga Negara, serta pembagian kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi oleh kekuasaan parlemen atau legislative dan lembaga hukum lainnya sehingga terjadi keseimbangan kekuasaan. Demokrasi konstitusional adalah sebuah gagasan bahwa pemerintah merupakan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tunduk pada pembatasan konstitusi, agar kekuasaan tidak disalah gunakan oleh pemegang kekuasaan. Konstitusi di pandang suatu lembaga yang memiliki fungsi khusus, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah di satu pihak, dan menjamin hak hak asasi dari warga negaranya.
Indonesia sebagai negara hukum, secara teori pasti dapat mewujudkan rule of law dalam negaranya. Semua itu tergantung dari niat dan keikhlasan semua pihak yang terlibat dalam proses hukum untuk berkorban dan berjuang menyingkirkan segala kebobrokan masa lalu dan menatap pada masa depan negara hukum Indonesia yang baru, yang memiliki the rule of law dalam negaranya.
Konstitusi dianggap sebagai perwujudan dari hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah sekalipun, sesuai dengan dalil “government by laws, not by men” yang artinya pemerintah berdasarkan hukum bukan, bukan berdasarkan kemauan penguasa. Abad 19 dan permulaan abad 20 gagasan mengenai perlunya pembatasan kekuasaan mendapat landasan yuridis. Sejak ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immannuel Khant (1724-1804) dan Fredrich Julius Stahl memakai istilah rechsstaat, sedangkan ahli Anglo Saxon seperti AV Dicey memakai istilah rule of law. Empat pilar demokrasi yang didasarkan rechsstaat dan rule of law dalam arti klasik adalah :
1. Penghargaan terhadap hak asasi manusia.
2. Pemisahan dan pembagian kekuasaan yang popular dengan “trias politica.
3. Pemerintah berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan ( Miriam Budiardjo, 1983:57)
Sebagai perbandingan pilar-pilar demokrasi yang didasarkan konsep rule of law menurut AV Dicey adalah :
1. Tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang.
2. Kedudukan yang sama dalamhukum (dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat)
3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang.
Konsep demokrasi berdasarkan rule of law lahir dari paham liberalisme yang menganut dalil negara sebagai penjaga malam. Pemerintahan hendaknya tidak terlalu banyak mencampuri urusan warga negaranya, kecuali dalam hal yang menyangkut kepentingan umum seperti bencana alam, hubungan luar negeri dan pertahanan serta keamanan. Maknanya adalah rasa keadilan yang kembali kepada rakyat, bukan kepada kekuasaan dan para penguasa yang menciptakan hukum, sebagaimana adagium Solus Populis Suprema Lex yang berarti suara rakyat adalah suara keadilan (sic – Salus populi suprema lex artinya kesejahteraan rakyat merupakan hukum tertinggi – Red.).
Indonesia berdiri sebagai sebuah negara "rechtsstaat"/negara hukum (yang menurut Friedrich Julius Stahl, memiliki empat unsur yaitu: hak-hak dasar manusia, pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, dan peradilan tata usaha negara). Konsep negara hukum Indonesia terlihat dan rule of law pun sebenarnya tercakup di dalamnya. Tetapi pada praktiknya rule of law belum terwujud secara nyata. Baru setelah gerakan reformasi tercetus, Indonesia kembali mencari bentuk akan identitas "negara hukumnya"dan juga "rule of law" "Civil Law System" Indonesia sebagai negara yang menganut civil law system (Eropa Kontinental), mengedepankan hukum positif sebagai patokan utama dalam menjalankan tugas-tugas negara dan juga dalam sistem peradilannya. Apabila konsep negara hukum Indonesia dengan civil law system- nya diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip idealnya maka rule of law sudah pasti akan dapat terwujud. Bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang berdiri sebagai "negara hukum" atau "rechtsstaat" sudah merupakan finalisasi dari perjalanan sejarah tata hukum Indonesia. Juga civil law system yang dianutnya merupakan sistem yang telah menjadi dasar tata hukum di sini.
Rule of law yang menjadi konsep hukum dan keadilan dari negara-negara common law, merupakan suatu tatanan baru yang ada di hadapan Indonesia saat ini. Indonesia tidak mungkin mengubah sistem hukumnya menjadi common law system. Apakah mungkin sebuah negara hukum Indonesia dengan sistem civil law (Eropa Kontinental) mewujudkan rule of law dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya? Jawabannya adalah mungkin. Karena pada hakikatnya konsep negara hukum Indonesia yang ideal juga mencakup rasa keadilan dari masyarakat dan melindungi hak-hak asasi setiap warga negara Indonesia. Namun, sampai saat ini rule of law mungkin belum terwujud, dan itu bukan karena sistem hukum yang salah, tetapi karena unsur manusia yang menjadi pelaksana-pelaksana kenegaraan yang telah salah menjalankan negara ini.
Minimal Tiga Hal Untuk dapat mewujudkan rule of law di Indonesia, Indonesia harus melakukan minimal tiga hal, yaitu; Pertama, hukum di Indonesia harus memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Maksudnya, sejak dari proses legislasi di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) para wakil rakyat harus bisa mengejawantahkan aspirasi keadilan rakyat dalam rancangan undang-undang yang sedang dikerjakannya. Hukum yang diciptakan harus responsif terhadap tuntutan akan rasa keadilan rakyat dan hukum yang diciptakan harus bersih, murni dari intervensi politik, ekonomi, dan kepentingan sekelompok orang. Kedua, Indonesia harus menjalankan suatu sistem peradilan yang jujur, adil, dan bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Sistem peradilan Indonesia saat ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya karena kurangnya pemahaman dan kemampuan atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik penyidik, penuntut umum, hakim, penasihat hukum, bahkan masyarakat pencari keadilan.
Proses peradilan yang berjalan tidak sebagaimana mestinya, padahal Indonesia memiliki asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya murah, namun akhirnya semua itu hanya menjadi slogan semata. Disinyalir, sistem peradilan di Indonesia telah terkontaminasi oleh "mafia peradilan". Jika ini semua belum dapat diberantas mustahil rule of law dapat terwujud. Kasus Akbar Tanjung yang akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung, kasus HAM Timor-Timur, dan pembubaran TGTPK oleh judicial review MA merupakan contoh yang sangat melukai rasa keadilan masyarakat.
Akses Publik Ketiga, Akses publik ke peradilan harus ditingkatkan. Hukum positif Indonesia telah merumuskan sejumlah hak masyarakat pencari keadilan yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Secara umum dapat dikatakan bahwa hak yang diberikan kepada pencari keadilan dalam sistem peradilan Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara lain, dan umumnya mengikuti norma dan prinsip dalam instrumen internasional. Akan tetapi dalam banyak peristiwa justru kewenangan yang dijalankan oleh aparat penegak hukum tersebut telah disalahgunakan sehingga merugikan hak para pencari keadilan. Sejumlah kenyataan lain yang sering dijumpai adalah awal pemeriksaan yang tidak pasti, intimidasi, meremehkan keterangan yang diberikan, dan lain sebagainya. Tidak jarang pula pemeriksaan terhadap tersangka memiliki kendala yang dialami oleh penyidik. Salah satunya yang sering muncul adalah tersangka dengan sengaja mempersulit jalannya pemeriksaan. Ini mengakibatkan polisi sebagai penyidik menggunakan berbagai upaya baik yang lazim maupun tidak agar penyelesaian dapat berjalan cepat. Oleh karena itu untuk mewujudkan rule of law, akses publik ke peradilan jelas harus ditingkatkan.